Tanjung Selor-Komisi Informasi (KI) merupakan lembaga mandiri dengan tugas utama yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 mengenai keterbukaan informasi publik seperti penyelesaian sengketa informasi publik serta beberapa tugas lainnya.
Melihat kondisi ini tentu terdapat beberapa permasalahan yang menjadi faktor penghambat keterbukaan informasi, oleh karena itu Komisi Informasi Republik Indonesia menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertema Problematika Anggaran KI Daerah dan Solusinya.
Sebagai salah satu perwakilan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), Mohamad Isya selaku Komisioner Bidang Internal Rapat Kerja Teknis ke-10 bersama M. Tauchid Mansyur sebagai Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Dinas Komunikasi, Informasi, Statistik, dan Persandian (DKISP) hadiri rapat yang berlangsung secara daring tersebut pada Senin, (16/8).
Kepala Bidang IKP DKISP yang kerap disapa Uchid menerangkan bahwa salah satu permasalahan serius adalah mengenai anggaran selama mejalankan tugas, menurutnya anggaran merupakan salah satu faktor pendukung dalam memberikan transparansi informasi kepada publik.
“Jadi pertemuan tadi membahas mengenai berbagai permasalahan yang dihadapi oleh KI dari 34 Provinsi di Indonesia, salah satunya terkait anggaran. Seperti yang kita ketahui bahwa anggaran KI sudah memiliki payung hukum yang tercantum di PP Mendagri tentang perencanaan anggaran yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),” ujarnya saat ditemui di Kantor DKISP Provinsi Kaltara.
“Kalau KI pusat jelas mendapatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), grafik mengenai anggaran itu tidak turun malahan naik. Ini jelas berbeda seperti keadaan di daerah,” tambah Uchid.
Sama halnya seperti yang disampaikan oleh Tauchid Mansyur, Gede Narayana selaku Ketua Komisi Informasi Pusat menerangkan bahwa masih terdapat daerah yang tidak memaksimalkan pelaksanaan anggaran KI.
“KI itu hal yang harus diupayakan oleh masing-masing komisi, tapi nyatanya sampai sekarang ini masih banyak pemda (pemerintah daerah, red) yang tidak memaksimalkan anggarannya,” bebernya.
“Salah satu contoh adalah KI Papua Barat, mereka masih belum memiliki kantor dan anggaran juga tidak ada. Kenapa keterbukaan informasi publik bisa begini? Saya tahu keadaan mereka karena sekitar bulan April lalu saya ke sana,” tambahnya lagi.
Ia merasa bahwa payung hukum yang telah disepakati sebelumnya tidak dilaksanakan secara maksimal, masih banyak pemerintah daerah tidak memberikan dukungan kepada KI di masing-masing Provinsi di Indonesia.
“Makanya saya bilang di awal, kami dari komisioner ini hadir semua untuk ikut memperjuangkan teman-teman KI di daerah. Saya harap semua teman-teman di daerah juga dapat hadir karena teman-teman yang merasakan langsung kendala ini,” pungkasnya.(saq/dkispkaltara)
Leave a Reply
View Comments