KUALA LUMPUR — Langkah Kementerian Luar Negeri RI membuka peluang kerja sama ASEAN dengan Korea Utara merupakan momentum penting bagi kawasan.
Menurut Direktur Geopolitik GREAT Institute sekaligus Ketua Perhimpunan Persahabatan Indonesia–Republik Rakyat Demokratik Korea (RRDK), Dr. Teguh Santosa, pendekatan ASEAN terhadap Pyongyang perlu dilakukan sebagai salah satu upaya membangun stabilitas dan keseimbangan geopolitik di Asia Timur.
“Engagement ini penting karena menunjukkan kepercayaan masyarakat internasional kepada ASEAN sebagai organisasi kawasan yang paling stabil. Ini saatnya kita menarik Korea Utara agar mereka bisa mendapatkan manfaat dari ASEAN, dan sebaliknya ASEAN juga mendapatkan manfaat dari mereka,” ujar Teguh yang sedang berada di Kuala Lumpur untuk menyaksikan dari dekat KTT ke-47 ASEAN yang berlangsung di Kuala Lumpur Convention Centre (KLCC), Minggu, 26 Oktober 2025.
Menurut Teguh, Korea Utara kini sedang fokus melakukan pembangunan besar-besaran melalui program yang mereka sebut 20 x 10 Regional Development, yaitu rencana membangun 200 kota baru dalam waktu 10 tahun. Program tersebut, katanya, membuka peluang besar bagi pelaku bisnis ASEAN, termasuk Indonesia, untuk ikut terlibat.
“Pembangunan itu butuh banyak dukungan dan sumber daya. Masyarakat bisnis ASEAN bisa dilibatkan di sana. Dan secara politik, keterlibatan ekonomi seperti ini bisa berpengaruh besar terhadap perilaku politik Korea Utara,” kata Teguh.
Ia menambahkan, kerja sama ekonomi bisa menjadi mekanisme efektif untuk mengontrol agresivitas dan mengurangi ketegangan di Semenanjung Korea.
“Aktivitas ekonomi bisa membuat ketidaksesuaian politik diselesaikan dengan cara yang lebih pasifis. Ini jauh lebih baik dibanding konfrontasi militer,” ujarnya.
Teguh mengingatkan bahwa ketegangan antara Korea Utara dan Korea Selatan bersifat fluktuatif. Dalam sejarahnya, kedua negara pernah memiliki hubungan yang menjanjikan manakala Korea Selatan dipimpin oleh presiden dari kubu yang lebih bersahabat dengan Korea Utara seperti pada era Kim Dae-jung, Roh Moo-hyun, dan Moon Jae-in.
“Artinya ada peluang perbaikan hubungan. Tugas kita di kawasan adalah merevisi prasangka terhadap Korea Utara. Dengan melibatkan mereka dalam pembangunan, kita bisa ikut mengontrol agresivitas dan menciptakan stabilitas,” tuturnya.
Menurutnya, memperlakukan Pyongyang secara berbeda justru dapat memperburuk situasi. ASEAN, kata dia, perlu membuka kembali ruang keterlibatan Korea Utara di forum-forum kawasan seperti ASEAN Regional Forum. Termasuk perlu menambahkan Korea Utara sebagai mitra strategis sehingga menjadi ASEAN +4.
“Mengalienasi Korea Utara bisa berdampak lebih buruk. Tapi kalau kita libatkan mereka di saat sedang membutuhkan dukungan, mereka akan punya ketergantungan positif pada kawasan ini. Itu cara yang cerdas untuk mengontrol perilaku negara,” kata Teguh.
Teguh juga menilai Indonesia memiliki posisi strategis sebagai jembatan diplomasi antara Korea Utara dan negara-negara ASEAN lainnya. Hubungan Indonesia dan Korea Utara yang sudah lama terjalin baik menjadi modal penting untuk membuka kembali komunikasi kawasan.
“Korea Utara punya hubungan baik dengan Indonesia, Vietnam, Laos, hingga Singapura. Bahkan hubungan Pyongyang–Kuala Lumpur pernah sangat baik sebelum insiden 2017 di KLIA,” jelasnya.
Meski sempat terganggu, Teguh optimistis hubungan Korea Utara dengan sejumlah negara ASEAN dapat dipulihkan.
“Kalau kita ingin membangun kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur yang damai dan sejahtera, pelibatan Korea Utara itu penting. Bukan untuk menambah anggota ASEAN, tapi untuk memperluas kerja sama kawasan demi stabilitas dan kesejahteraan bersama,” tegasnya. [jmsi]














Leave a Reply
View Comments