NUNUKAN – Menurut hasil pemetaan yang dilakukan oleh Satgas TPPO Polri, provinsi yang berbatasan langsung dengan negara lain memiliki potensi yang lebih besar sebagai akses praktik TPPO, salah satunya adalah Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara.
Oleh karenanya Satgas TPPO Polri pun dibentuk oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Sl.K. MSİ pada tanggal 1 Juni 2023, serta sebagai tindak lanjut dari atensi Presiden Joko Widodo terkait upaya pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang di Indonesia.
Oleh karena itu, Satgas TPPO Polri dipimpin Kasatgas Irjen Pol Asep Edi Suheri, S.I.K., M.Si beserta personel Polda Kaltara dan Polres Nunukan melakukan upaya penegakan hukum terhadap Jaringan TPPO di Kabupaten Nunukan pada tanggal 6 Juni 2023 lalu..
Dijelaskan Irjen Pol Asep Edi Suheri, Sampai saat ini, kamis (8/6), Tim Gabungan Satgas TPPO Polri, Polda Kaltara, dan Polres Nunukan berhasil mengungkap 9 kelompok jaringan TPPO, dan menerbitkan 9 LP, serta menahan 8 tersangka yang terdiri dari tersangka berinisial H, B, AW,LO, U, LP, HZ, dan YBS.
“Para tersangka dijerat dengan Pasal 4 jo Pasal 10 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang subsidair Pasal 81 jo Pasal 69 UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 600.000.000,- (Rp 600 juta),”ujar Irjen Pol Edi Suheri.
Irjen Pol Asep Edi Suheri mengungkapkan, Modus operandi yang dilakukan, para pelaku memanfaatkan jalur resmi dan jalur tidak resmi (jalur tikus) di area perbatasan untuk mengirimkan pekerja migran asal Indonesia ke luar negeri.
“Bagi pengguna jalur resmi, pelaku akan merekrut para korban dari daerah asalnya, kemudian menyiapkan tiket perjalanan, lalu berangkat bersama korban menuju Malaysia dengan menggunakan kapal laut,” terangnya.
Pada modus ini, para korban sudah memiliki paspor, namun tidak dilengkapi dengan persyaratan wajib seperti yang tertuang dalam UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, antara lain:
1. berusia minimal 18 tahun;
2. memiliki kompetensi;
3. sehat jasmani dan rohani:;
4. terdaftar dan memiliki nomor kepesertaan jaminan sosial; serta
5. memiliki dokumen lengkap yang dipersyaratkan, seperti Surat Keterangan Status Perkawinan, Surat Keterangan Izin Suami/listri, Surat Kompetensi Kerja, Surat Keterangan Sehat, Paspor, Visa Kerja, Perjanjian Penempatan Pekerja, dan Perjanjian Kerja.
Bagi pelaku yang menggunakan jalur tikus, mereka berperan sebagai koordinator pengiriman dari Kabupaten. Nunukan ke Tawau. Pelaku akan menjemput para korban di Pelabuhan Tunon Taka, Kab. Nunukan; memberikan
penampungan sementara kepada para korban, lalu menyiapkan moda transportasi menuju Tawau seperti speedboat atau mobil.
pengungkapan yang dilakukan oleh Satgas TPPO Polri, Polda Kaltara, dan Polres Nunukan melibatkan beberapa instansi terkait, seperti TNI, BP3MI Nunukan, PT. Pelni, PT. Pelindo Nunukan, dan KSOP Nunukan.
Atas pengungkapan yang dilakukan, Tim Gabungan berhasil menyelamatkan 123 korban yang terdiri dari 74 laki-laki, 29 perempuan, dan 20 anak-anak yang berasal dari Sulawesi Selatan, NTT, dan Jawa Timur. Seluruh korban akan dipulangkan ke daerah asalnya dengan difasilitasi oleh BP3MI Nunukan. Selain itu, Tim juga melakukan penyitaan barang bukti berupa 32 unit ponsel, 3 kartu keluarga, 54 KTP, dan 45 Paspor.
Pada kesempatan ini, Kasatgas TPPO Polri, Irjen Pol Asep Edi Suheri, S.I.K., M.Si mengimbau masyarakat agar tidak mudah tergiur dengan tawaran pekerjaan di luar negeri yang disertai iming-iming gaji tỉnggi dan proses yang mudah
“ korban tiba di Tawau, Malaysia. tanpa dilengkapi dengan dokumen resmi. Tawaran seperti itu justru akan menjerat calon pekerja migran sebagai korban TPPO karena mereka cenderung akan mendapatkan perlakuan yang tidak adil dari pemberi kerja. Selain itu. pekerja migran ilegal juga akan sulit memperoleh hak-hak perlindungan sosial. kesejahteraan, dan hukum saat bekerja di luar negeri apabila tidak memiliki dokumen resmi.
la juga menambahkan, apabila masyarakat ingin bekerja di luar negeri maka mereka dapat menghubungi Perusahaan Penempatan Pekerja Migran lndonesia (P3MI) terdekat,” imbuhnya.
Pada kesempatan ini juga, Dirpidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandani menerangkan, ini baru awal dari kasus.
“Tersangka yang kita dapatkan saat ini ada yang merekrut dan mengambil dari keluarganya sendiri, dan ada juga yang merekrutnya di Malaysia Tawau, yang dihubungkan dengan penyedia di Indonesia yang saat ini pun menjadi target kita,” ujarnya.
Dan terhadap delapan tersangka, terus dilakukan mengembangkan termasuk jaringannya yang ada di luar, tentu saja ini akan dilaksanakan oleh penyidik dari kepolisian, ungkap Brigjen Pol Djuhandani.
“Kami dari Bareskrim terkait 9 LP ini sudah terbagi kami dari Tindak Pidana Umum Bareskrim akan melaksanakan asistensi penanganan perkara ini jadi kita akan terus sejauh mana penanganan dilaksanakan kemudian selanjutnya kami akan memberikan bimbingan teknis termasuk membantu penggantin yang nantinya berkaitan sementara ini ada 2 DPO yang sedang kita cari berkaitan dengan 9 LP ini, pada prinsipnya kita akan melaksanakan penyelidikan secara profesional ini merupakan kebijakan presiden menjaga masyarakat kita menjaga imigran kita dalam hal ini upaya-upaya penegakan hukum,” terangnya.
Terkait dengan penanganan perkara ini dikenakan pasal 4 jo Pasal 10 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang subsidair Pasal 81 jo Pasal 69 UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 600.000.000,- (Rp 600 juta).
Brigjen Pol Djuhandani juga menerangkan, bahwa cara kerja ini adalah modus lama, ada yang ditarik biaya, ada yang nanti setelah bekerja baru dibayar.
“Karenanya Bapak presiden sangat-sangat perhatian kepada masyarakat kita yang bekerja diluar negeri, karena diluar negeri banyak masyarakat kita yang tidak ada jaminan keselamatan, kesejahteraan, dan sosial. Oleh karena itu ini menjadi perhatian kita mohon bantuan masyarakat untuk sama-sama bekerja,” pungkasnya.
Sementara itu, Wulandari, Calon Pekerja Migran Indonesia mengungkapkan, dalam perjalanan niatnya ke Malaysia namun tidak tau kalau nyebrang ke Negara sebelah itu harus punya administrasi yang lengkap.
“Saya punya KTP dan Ijazah saja, saya diajakin sama mama besar katanya gajinya besar RM 1000 atau Rp.3.000.000,- ditawarkan sebagai pembantu rumah kak, karena niatnya kesana itu mau ongkos adik saya, anak saya, orangtua saya disana, susah sekali tapi tau-taunya disini diberangkatkan tanpa ada surat-surat yang lengkap, alhamdulillah saya diselamatkan oleh polisi dan mencegah saya menyeberang ke Malaysia. Saya ingat anak saya, dan merasa petugas kepolisian sudah sangat baik kepada kami, saya berterimakasih kepada pihak kepolisian dan pemerintah karena sudah menyelamatkan saya,” ungkapnya. (DV)
Leave a Reply
View Comments