DMI : Waspada Terhadap Gerakan Kelompok Radikalisme dan Jangan Jadikan Masjid Mimbar Politik

TARAKAN – Peringatan Nuzulul Qur’an di Masjid Darul Hikmah bersama Dewan Masjid Indonesia (DMI) dilaksanakan untuk meningkatkan moderasi beragama, berwawasan wasatbiyah dan kebangsaan menuju kehidupan Rahmatan Lil Alamin. Wawasan wasatbiyah berarti memiliki pemikiran ditengah-tengah, tidak ekstrim kanan dan tidak ekstrim kiri.

Ketua DMI Tarakan, Muhammad Ali mengatakan melalui wasatbiyah mampu berdakwah dengan damai untuk bisa merangkul. DMI memberikan kesejukan kepada masyarakat agar tidak terpapar paham radikalisme, paham yang mudah mengkafirkan antara satu dengan lainnya.

“Kita memiliki Tuhan yang sama dan kitab panduan yang sama. Mungkin tafsir yang berbeda. Kita harus bersikap, perbedaan antar umat adalah rahmat bagi umat yang menerimanya. Islam agama yang tinggi dan mulia. Islam itu tinggi dan luas, jangan sampai dikerdilkan dengan paham yang kurang ilmu,” ujarnya, usai menjadi pembicara dalam Peringatan Nuzulul Qur’an di Masjid Darul Hikmah, Senin (10/4).

Ia menambahkan, moderasi beragama merupakan paham yang mau mengikuti dan mendukung program maupun dari pemerintah. Kementrian Agama juga mengimbau agar masyarakat memiliki paham wasatbiyah.

Disampaikan Nabi Muhammad SAW, tidak disebut iman yang baik jika kamu tidak mencintai tetanggamu seperti mencintai diri sendiri.

“Mencintai tetangga dan orang lain merupakan kewajiban. Jangan sampai mencintai tetangga, tetapi malah menjadi musuh negara. Kami juga mengajak seluruh pengurus DMI di Tarakan bisa bentengi jamaah dan masyarakat sekitar masjid agar tidak memudahkan mengkafirkan orang lain, padahal sama-sama Islam tetapi tidak sepaham. Pahami perbedaan, kesamaan tidak mungkin terjadi,” ungkapnya.

Ia juga meminta agar tidak ada pengurus masjid yang menjadikan ibadah dan masjidnya sebagai tempat kampanye atau mimbar sosialisasi politik. “Tidak semua jamaah suka dengan politik. Jangan memancing keributan dan kekisruhan. Gunakan Masjid untuk beribadah kepada Allah dan memikirkan umat tanpa ada nuansa politik,” tegasnya.

Saat ini moderasi beragama di Indonesia juga patut disyukuri masyarakatnya sudah paham dan terbuka wawasannya. Kementrian Agama juga memiliki program untuk penerangan moderasi beragama yang sosialisasinya lewat penyuluh maupun guru agama se Indonesia.

“Sekarang sudah mulai rukun. Sama seperti kegiatan Nuzulul Qur’an yang kita lakukan ini bertujuan agar pada saat bulan suci Ramadhan, sebagai bulan yang diturunkannya Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia yang bertakwa,” tuturnya.

Islam wasatbiyah, merupakan Rahmatin Lil Alamin yang memiliki arti tidak memilih salah satu kelompok atau suku atau etnis, tetapi menjadi satu. Bisa memahami karena memiliki prinsip meyakini agamanya masing-masing, berjalan sesuai agama masing-masing dan tidak saling mengganggu.

Dalam kehidupan sehari-hari, paham mayoritas wastbiyah meski ada oknum masyarakat yang mengambil pengetahuan dari luar sehingga memiliki pola pikir yang tidak sesuai di Indonesia. Sedangkan di Indonesia meyakini Islam bisa membedakan mana budaya dan mana Islam.

“Hal itu tidak bisa terpisahkan. Sudah menjadi adat yang ada di wilayah kita. Jadi, hukum adat yang sudah diyakini itu menjadi hukum,” tandasnya.(*/mld)