TANJUNG SELOR – Per 31 Juli 2022, tercatat pendapatan pajak daerah di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara (Kaltara) mencapai 77,64 persen. Realisasi tersebut, setara dengan Rp 319,4 miliar lebih dari target murni pendapatan daerah Pemprov Kaltara tahun 2022 sebesar Rp 411,3 miliar.
Adapun Penerimaan pajak tersebut berasal dari 5 (lima) jenis pajak. Meliputi, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) terealisasi Rp 43,7 miliar, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) terealisasi Rp 60,1 miliar, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) terealisasi Rp 177,3 miliar, Pajak Air Permukaan (PAP) terealisasi Rp 1,8 miliar, dan Pajak Rokok terealisasi sebesar Rp 36,2 miliar.
Gubernur Kaltara Drs H Zainal Arifin Paliwang SH, M.Hum optimis capaian pajak daerah tahun ini dapat melampaui target. Dia mengungkapkan bahwa kenaikan pajak daerah mengindikasikan aktivitas ekonomi di daerah yang mulai membaik.
“Alhamdulillah memasuki semester II, capaian pendapatan pajak daerah kita sudah mencapai 77,64 persen. Ini menunjukkan aktivitas ekonomi di Kaltara yang mulai membaik,”ujar Gubernur, Senin (8/8).
Sementara Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Dr. Tomy, SE.,MSi mengungkapkan, guna optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui sektor pajak, pihaknya secara rutin melakukan Monitoring dan Evaluasi ke sejumlah Payment Point-Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) yang ada di wilayah Kaltara.
Pada masing-masing UPTD, disampaikan agar terus berinovasi dalam mengejar target yang telah ditetapkan, khususnya pada sektor PKB, BBNKB dan PAP.
“Jadi kita rutin lakukan Monev, melakukan diskusi bersama, sharing, memotivasi langsung teman-teman yang ada di lapangan. Dengan begitu, harapan kita ketika turun ke lapangan dapat meningkatkan semangat kerja mereka,” tutur Tomy.
Selain itu, lanjut Tomy, dalam meningkatkan pendapatan daerah tak hanya dilakukan melalui pungutan pajak daerah. Pihaknya kini telah mengoptimalkan penerimaan dana bagi hasil (DBH) atas pungutan pajak penghasilan (PPh Pasal 21).
Menurutnya, DBH merupakan kontributor penting dalam struktur pendapatan daerah, mengingat peran pendapatan asli daerah terhadap pembiayaan belanja daerah yang relatif kecil.
Meski telah berjalan baik, pada kenyataannya potensi penerimaan dari DBH PPh Pasal 21 masih sangat mungkin untuk ditingkatkan. “Perlu kerjasama yang baik, tidak hanya pemerintah daerah, tetapi juga peran masyarakat terutama pelaku usaha itu sendiri,” katanya.
Pelaku usaha baik UMKM dan perusahaan merupakan salah satu penyangga pertumbuhan ekonomi, khususnya di wilayah Provinsi Kaltara. Tercatat, terdapat sekira 17.863 badan hukum atau badan usaha di wilayah Kaltara saat ini, yang aktif berusaha dengan mengeksploitasi sumber-sumber daya di daerah ini.
Idealnya, apa yang diambil dari daerah tersebut, maka seharusnya memberikan manfaat yang optimal bagi kelangsungan hidup masyarakatnya.
Salah satu indikatornya yaitu pengembalian kepada daerah tersebut dapat diukur dari penerimaan DBH atas pemungutan Pph Pasal 21 kepada pemerintah daerah setempat.
Untuk diketahui, pada tahun 2021 realisasi DBH Povinsi Kaltara sebesar Rp 23.387.122.700,00 terhadap target sebesar Rp 20.528.987.000,00 atau sebesar 113 persen. Di mana sampai dengan akhir Mei tahun 2022 terealisasi Rp 766.907.080,00 dari target Rp 21.449.357.000,00 atau sebesar 20 persen.
Salah satu persoalan belum optimalnya realisasi DBH atas PPh Pasal 21 disebabkan oleh faktor belum terdaftarnya NPWP Cabang yang berlokasi di wilayah Kaltara, sehingga memengaruhi DBH yang tidak optimal ke Provinsi Kaltara.
Fenomena ini, kata Tomy, seringkali dijumpai pada pemenang tender pengadaan barang/jasa yang berasal dari luar daerah namun tidak memiliki NPWP cabang. Sehingga otomatis penerimaan DBH akan masuk pada dimana NPWP yang digunakan perusahaan tersebut.
Kondisi existing ini, tentunya sangat merugikan Provinsi Kaltara mengingat prioritas pembangunan yang harus dilaksanakan menjadi terhambat dikarenakan dana yang tidak mencukupi.
Ditambah, provinsi ini merupakan provinsi pemekaran yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia di mana terdapat gap dalam pembangunan ekonomi.
Saat ini, regulasi yang menjadi landasan diwajibkannya perusahaan yang berusaha dalam suatu wilayah khususnya berkaitan dengan perpajakan telah diatur dalam Permenkeu Nomor 147 /PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Lalu, Peraturan Gubernur (Pergub) Kaltara No. 22/2021 tentang Pendaftaran Wajib Pajak Cabang dan Pendirian Kantor Cabang bagi Pelaku Usaha yang Berinvestasi.
Dimana pada Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa pelaku usaha berasal dari luar daerah yang melakukan usaha dan/ atau pekerjaan, perofesi dan pemenang lelang pelaksana pengadaan barang dan jasa di daerah, wajib memiliki NPWP cabang yang dikeluarkan KPP setempat.
Lewat regulasi ini, diharapkan setiap perusahaan yang beroperasi di Kaltara turut mendukung pemerintah meningkatkan pendapatan asli daerah melalui pajak. (dkisp)
Leave a Reply
View Comments